Yaqut ibn-‘Abdullah al-Rumi al-Hamawi

ahli geografi dunia, penemu ilmu geografi  Kajian keislaman, khazanah keilmuan islam, wacana kebangkitan peradaban islam, ulasan buku karya Yaqut ibn-‘Abdullah al-Rumi al-Hamawi. (1179-1229 M) adalah seorang biografer dan ahli geografis erkebangsaan syria yang hidup antara 1179 hingga 1229 M. Kata “al-Rumi” (“from Rûm”) dalam namanua ialah mengacu pada Yunani (Byzantium – Rumawi Timur) karena beliau berdarah Yunani. Sedang “al-Hamawi” berarti Hama – Syria, kota yang membuatnya terkenal. Dan Yaqut sendiri berarti batu permata Yaqut pernah menja lani kehidupan sebagai seorang budak. Saat itu, berkecamuk perebutan kekuasaan antara Kerajaan Seljuk dan Byzantium. Banyak orang yang kemudian ditangkap dan dijual kepada orang kaya sebagai budak. Saat itu, Yaqut jatuh ke tangan seorang pedagang buku dari Baghdad. Namun, pedagang tersebut akhirnya membebaskan Yaqut dan memberinya pendidikan yang memadai. Namun, ia juga masih terus ikut bersama pedagang tersebut, ia menjadi sekretaris mantan tuannya. Bahkan, Yaqut juga ikut berkeliling ke sejumlah wilayah bersama pedagang buku tersebut. Ia pun kemudian menjadi penulis. Bahkan, ia menguasai bahasa Arab.

Ia tertarik pula dengan geografi. Pengalamannya dalam mengunjungi sejumlah tempat membuatnya tertarik menuliskannya. Yaqut akhirnya sampai ke Kota Merv, Turkmenistan, sebuah kota yang dikenal sebagai gudangnya ilmu pengetahuan dan ilmuwan. Ia sangat menyukai kota tersebut dan tinggal di sana selama dua tahun. Ia senang mengunjungi perpustakaan yang ada di masjid dan madrasah. Menurut Yaqut, di satu perpustakaan yang ada di masjid agung di Merv, terdapat 12 ribu judul buku. Ia betah berkutat di perpustakaan itu. Ia bahkan diizinkan petugas perpustakaan membawa 200 buku dalam satu waktu ke dalam sebuah ruangan di perpustakaan itu. Pada 1218, Yaqut pindah ke Khiva dan Balkh. Namun, ini merupakan saat yang salah baginya untuk pindah. Sebab, pada awal 1220-an, tentara Mongol bergerak ke wilayah barat. Seluruh wilayah timur Islam dihancurkan. Hanya dalam kurun waktu satu tahun, Mongol berhasil menguasai bagian-bagian wilayah Islam yang subur dan makmur. Kemudian, mereka menghancurkan semua yang berharga. Anak lelaki Jengiz Khan, Jagtai, menguasai dan menghancurkan Otrar.

Sedangkan, tentara Jengiz Khan menyerang Bukhara, Samarkand, dan Balkh. Mereka juga bergerak menuju Khurasan. Merv dan Nishapur akhirnya takluk juga. Dalam penyerangan itu, Yaqut hampir tertangkap. Namun, akhirnya, ia berhasil lolos dengan pakaian yang melekat di tubuhnya.

Beruntung, Yaqut juga berhasil membawa manuskrip-manuskrip yang dimilikinya. Ia bergerak menyeberangi Persia ke Mosul. Dari Mosul, ia ke Aleppo, Suriah, di mana ia tinggal di sana. Selama tinggal di sana, ia sempat melancong ke beberapa tempat, seperti Irak.

Yaqut berujar, jika ilmuwan tak memikirkan sebuah karya dan manfaat bagi orang lain, ini menjadi awal bagi manipulasi ilmu pengetahuan.

Misteri sebuah tempat, memikat hati Yaqut ibn-‘Abdullah al-Rumi al-Hamawi. Ilmuwan yang lahir di Asia Kecil ini, kemudian menelusuri dan menyingkap beragam tempat yang ia kun jungi dan dikisahkan oleh orang-orang yang ia jumpai setelah melakukan sebuah perjalanan.

Ketertarikan Yaqut, demikian ia sering dipanggil, membuahkan sejumlah karya dalam bidang yang kemudian akrab disebut geografi. Paling tidak ada dua karya yang melambungkan namanya, yaitu Mu’jam al-Udaba atau Kamus Orang-orang Terpelajar.

Sedangkan buku lainnya yang secara khusus membicarakan tentang bidang yang ia kuasai, geografi, berjudul Mu’ajam al-Buldan atau Kamus Negara-negara. Dua karya tersebut memiliki ketebalan hingga 33.180 halaman.

Mu’jam al-Buldan, merupakan sebuah ensiklopedia geografi yang lengkap, yang memuat hampir seluruh wilayah yang ada di abad pertengahan dan kejayaan Islam. Dalam menjelaskan sebuah tempat, Yaqut memasukkan hampir seluruh aspek yang terkait tempat tersebut.

Yaqut menguraikan mengenai aspek arkeologi, etnografi, antropologi, ilmu alam, geografi, dan koordinat dari setiap tempat yang ia jelaskan dalam ensiklopedianya itu. Bahkan, ia juga memberikan nama untuk setiap kota, menginformasikan monumen dan bangunan megah di kota itu.

Tak lupa pula, Yaqut mengisahkan tentang sejarah sebuah tempat, populasi, hingga figur atau sosok ternama dari tempat atau kota yang ia jelaskan. Untuk mendapatkan informasi perinci yang ia gunakan dalam ensiklopedianya itu, ia melangkahkan kakinya ke sejumlah wilayah.

Yaqut bepergian ke Persia, Arabia, Irak, dan Mesir. Ia sendiri saat itu menetap di Allepo, Suriah. Ia membangun relasi dan pertemanan dengan para ahli geografi dan sejarawan. Ia mengorek kumpulan fakta dari mereka dan juga para pelancong.

Namun, hal yang paling penting dan ini menjadi ruh dalam ensiklopedianya itu, ia menuliskan fakta-fakta yang dikumpulkan dari perjalananperjalanan yang ia lakukan sendiri dan dari orang yang ia temui saat ia melakukan sebuah perjalanan.

Selain itu, Yaqut juga sepenuhnya memahami dengan beragam konsep para ahli geografi Muslim sebelumnya bahwa mereka tak hanya menguasai geografi, tetapi juga mengaitkannya dengan sejumlah bidang ilmu lainnya. Seperti, matematika dan fisika.

Semua itu, Yaqut tuangkan pula dalam karyanya. Bahkan, dalam bab pendahuluan di dalam ensiklopedianya itu, ia terlebih dahulu membahas mengenai istilah yang ia gunakan dalam karyanya itu dan istilah-istilah geografi yang tersebar di dalamnya.

Untuk melengkapi dan memperkaya data, Yaqut memanfaatkan hasil kerja dari ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Namun, ia bersikap kritis terhadap data-data yang ia gunakan. Ia melakukan koreksi atas data yang ingin ia gunakan jika memang diperlukan.

Bahkan, Yaqut dikenal sebagai ilmuwan yang sangat ketat dengan data dan fakta yang ingin ia gunakan dalam karyanya. Hasil kerjanya, merupakan akhir dari sebuah proses ketat yang ia lakukan. Semua data dan fakta ia teliti. Fakta yang dinilai tak valid, ia buang.

Yaqut sangat berpegang pada akurasi dan ketelitian informasi. Tak heran jika dalam laman Muslimheritage, disebutkan bahwa Mu’jam al-Buldan hingga sekarang dianggap sebagai sumber referensi yang sangat bagus.

Dalam karyanya itu, Yaqut juga melihat adanya hubungan erat antara geografi dan sejarah. Ia menekankan pula peran ortografi atau sistem penulisan dari tempat-tempat yang ia gambarkan dalam karya ensiklopedianya itu.

Selain itu, pengaturan alfabet dalam karyanya, merupakan upaya untuk memberikan ejaan yang tepat mengenai nama-nama tempat, posisi geografisnya, batas, pegunungan, padang pasir, laut, dan pulau-pulau yang ada di suatu tempat.

Yaqut juga menyematkan nama pada setiap tempat, nama aslinya, termasuk anekdot, dan fakta-fakta penting lainnya yang terkait tempat yang ia jelaskan itu. Ia memberikan catatan pula, para penulis terdahulu tak memiliki perhatian memadai soal ketepatan ejaan sebuah tempat.

Tak hanya itu, Yaqut juga menilai mereka menyebutkan lokasi yang tepat mengenai sejumlah tempat. Ini membuat banyak ilmuwan salah mendapatkan informasi dari catatan-catatan yang dihasilkan oleh sejumlah ilmuwan terdahulu.

Yaqut juga menegaskan, karya ensiklopedianya itu tak hanya bermanfaat bagi Muslim dalam bepergian. Apa yang ia tulis juga terinsipirasi ajaran Alquran. Ia yakin bahwa karyanya bukan hanya berguna bagi para pelancong, tapi juga bagi para hakim, teolog, sejarawan, dan dokter.

Dalam karya lainnya, yang dalam bahasa Inggris berjudul Dictionary of Men of Letters, Yaqut menuliskan pandangannya. Ia membedakan antara orang terpelajar dengan ilmuwan. Ia mengatakan, orang terpelajar memilih dari segala bahan kemudian menyusunnya.

Sedangkan ilmuwan, ungkap Yaqut, adalah seseorang yang memilih cabang ilmu pengetahuan tertentu kemudian mengembangkannya. Ia juga menekankan pada kegunaan atau manfaat. Dalam konteks ini, ia mengutip seorang ilmuwan bernama Ali Ibnu al-Hasan.

Jika ilmuwan tak berpikir tentang kegunaan dan hasil kerja, ujar Yaqut, itu akan menjadi awal bagi terwujudnya manipulasi terhadap ilmu pengetahuan. Dengan persepsinya itu, ia kemudian menuntaskan Mu’jam al-Udaba.

Di sisi lain, Yaqut juga berpandangan bahwa ilmu di atas kekuasaan. Ia menuliskan pandangannya itu dalam Mu’jam al-Udaba, melalui sebuah kisah Khalifah Al-Mutamid. Suatu pagi, khalifah berjalan di taman dan mengangkat Thabit Ibnu Qurra dengan tangganya.

Lalu, Khalifah Al-Mutamid, menjatuhkan Thabit secara perlahan. Dan ini membuat Thabit bertanya. Ada apa tuan? tanya Thabit. Khalifah pun kemudian menjawab, tanganku ada di atasmu, namun ilmu pengetahuan lebih tinggi lagi, katanya.

Dalam karyanya tersebut, Yaqut ingin menjelaskan bahwa dalam persepsi Muslim, tingkatan ilmu pengetahuan lebih tinggi dibandingkan kekuatan politik

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *